Product walkthrough, trial, POCs, enterprise offering, support and more. Speak with one of our specialists.
Policy and industry News
Perubahan iklim adalah tantangan besar yang kita hadapi bersama. Kita semua mulai merasakan dampaknya hari ini, mulai dari cuaca panas ekstrem, hujan tak menentu, banjir bandang, kekeringan panjang, hingga gangguan pada hasil panen dan sumber daya laut. Semua itu adalah sinyal kuat bahwa bumi sedang berada dalam kondisi darurat.
Di tengah situasi ini, Indonesia berupaya mengambil langkah besar melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim yang saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
RUU ini hadir dengan misi besar: memberi payung hukum yang kokoh, menyeluruh, dan berkeadilan untuk mengatasi krisis iklim. Tidak hanya soal mengurangi emisi, tapi juga memastikan keadilan bagi masyarakat yang paling terdampak.
Ada tiga alasan utama mengapa Indonesia membutuhkan undang-undang khusus tentang perubahan iklim:
Dari berbagai draf dan kajian, RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dirancang dengan sejumlah substansi utama:
Salah satu diskusi hangat adalah soal nama. Sebagian pihak menganggap istilah “RUU Pengelolaan Perubahan Iklim” terlalu teknis dan cenderung fokus pada adaptasi. Mereka mendorong istilah RUU Keadilan Iklim, agar lebih menekankan pada aspek hak asasi manusia dan keadilan sosial.
Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (Aruki) misalnya, berpendapat bahwa krisis iklim tidak bisa hanya dianggap bencana alam. Ia adalah akibat dari struktur ekonomi dan industri yang tidak adil. Karena itu, regulasi harus berani menyasar akar masalah, seperti penghentian deforestasi, pengurangan industri ekstraktif, serta perlindungan ruang hidup masyarakat.
RUU Keadilan Iklim yang mereka dorong juga memuat hak gugat bagi masyarakat terdampak, jaminan sosial bagi korban bencana iklim, serta sanksi hukum bagi perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.
Meski sudah masuk Prolegnas 2025, RUU ini manjadi perbincangan hangat berbagai pihak, terutama soal transparansi. Publik menilai drafnya belum terbuka, dan partisipasi masyarakat masih terbatas. Partisipasi publik menjadi penting agar regulasi ini benar-benar sesuai kebutuhan rakyat.
Sejauh ini, DPR dan DPD telah melakukan lebih dari 40 kali diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan. Namun, banyak pihak meminta agar hasil pembahasan tersebut lebih inklusif dan bisa diakses oleh masyarakat luas.
Krisis iklim tidak memukul semua orang secara setara. Disabilitas, nelayan, dan petani adalah kelompok yang paling rentan.
Catatan Aruki menyebut, dalam 10 tahun terakhir terjadi lebih dari 28 ribu bencana iklim di Indonesia, dengan 38 juta orang terdampak. Kerugian ekonomi bahkan ditaksir mencapai Rp544 triliun hanya dalam periode 2020–2024.
Dengan data itu, jelas bahwa undang-undang khusus sangat mendesak untuk segera hadir.
RUU Pengelolaan Perubahan Iklim bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan langkah awal menuju Indonesia yang lebih tangguh menghadapi krisis iklim. Regulasi ini diharapkan bisa:
Tentu, jalan menuju pengesahan RUU ini tidak mudah. Akan ada perdebatan panjang, tarik menarik kepentingan, dan tantangan teknis. Namun, yang terpenting adalah memastikan bahwa undang-undang ini benar-benar berpihak pada rakyat, bukan hanya kepentingan industri atau politik sesaat.
Krisis iklim adalah kenyataan, tapi bukan akhir dari segalanya. Dengan regulasi yang tepat, kebijakan yang berpihak, serta partisipasi aktif masyarakat, Indonesia punya peluang besar untuk keluar sebagai negara yang kuat, tangguh, dan adil dalam menghadapi tantangan iklim.
RUU Pengelolaan Perubahan Iklim—atau RUU Keadilan Iklim, apapun nanti namanya—adalah tonggak penting. Ia bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang harapan, keadilan, dan masa depan kita bersama.
Jejakin’s green programs combine high-tech monitoring, biodiversity restoration, and community-led initiatives to deliver powerful, sustainable change across ecosystems.