Product walkthrough, trial, POCs, enterprise offering, support and more. Speak with one of our specialists.
Policy and industry News
Indonesia sedang bersiap menjadi salah satu kekuatan besar di Asia dalam urusan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, atau yang dikenal dengan istilah Carbon Capture and Storage (CCS). Teknologi ini jadi kunci penting dalam strategi nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengejar target pemerintah dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net-Zero Emission di tahun 2060. Gak cuma itu, CCS juga bisa membuka peluang besar buat pertumbuhan ekonomi hijau di tanah air!
Kenapa CCS penting? Karena sektor-sektor seperti industri berat dan pembangkit listrik berbasis batu bara itu sulit banget dikurangi emisinya hanya dengan transisi energi biasa. Di sinilah CCS berperan: menangkap karbon sebelum terlepas ke udara, lalu menyimpannya dengan aman di bawah tanah.
Pemerintah juga gak tinggal diam. Ada Peraturan Menteri ESDM No.2 Tahun 2023 yang mengatur teknis dan bisnis CCS, serta Peraturan Presiden No.14 Tahun 2024 yang lebih lengkap lagi, mulai dari eksplorasi sampai pelaksanaan operasional. Ini artinya, secara regulasi, Indonesia udah punya pondasi yang cukup kuat untuk menjalankan teknologi ini dengan serius.
Secara geologi, Indonesia punya struktur bawah tanah yang cocok banget buat tempat penyimpanan karbon jangka panjang. Bahkan, diperkirakan kita bisa menyimpan sampai 700 gigaton CO₂, cukup buat “menyapu” emisi dalam negeri selama lebih dari 1.000 tahun! Ditambah lagi, kita punya tenaga kerja yang andal dan pengalaman panjang dalam industri energi. Komplet, kan?
Enggak heran, Lemigas Kementerian ESDM menyebutkan sekarang sudah ada 15 proyek CCS/CCUS yang sedang dikembangkan. Proyek-proyek ini tersebar di berbagai daerah, mulai dari Amonia Bersih di Sulawesi Tengah, Repsol Sakakemang, BP Tangguh, Pertamina Sukowati, Pusat Karbon Aceh, hingga ExxonMobil dan Pertamina Jatibarang.
Menurut Deputi Elen Setiadi dari Kemenko Perekonomian, CCS bukan hanya soal menekan emisi, tapi juga soal membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Artinya, ini bukan cuma proyek lingkungan, tapi juga investasi masa depan!
Salah satu proyek CCS yang lagi jadi sorotan ada di Sunda Asri, sebuah kawasan strategis antara Selat Sunda dan Laut Jawa. Di sini, Pemerintah Indonesia bersama ExxonMobil bakal mengembangkan proyek besar senilai USD 15 miliar. Fokus utamanya adalah membangun kompleks petrokimia kelas dunia sekaligus infrastruktur CCS yang bisa menyimpan hingga tiga juta ton CO₂ di bawah laut.
Proyek ini digadang-gadang bisa menurunkan emisi CO₂ sampai 90%, dan menjadi bagian dari agenda hilirisasi nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo. Harapannya, ini akan jadi game-changer untuk memperkuat industri dasar dan membawa Indonesia menuju ekonomi rendah karbon.
Menurut Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, proyek Sunda Asri masih dalam tahap kajian lokasi, tapi potensinya sangat besar. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, nilai investasinya bisa berkembang jauh lebih besar dari USD 15 miliar!
Kita sedang menuju masa depan yang lebih hijau, lebih bersih, dan lebih berkelanjutan. Teknologi seperti CCS bukan lagi hal yang jauh dari kehidupan kita—justru inilah alat penting yang akan jadi bagian dari solusi perubahan iklim di Indonesia.
Saatnya kita ikut ambil bagian! Dukung energi bersih, pelajari teknologi masa depan seperti CCS, dan jadilah generasi yang siap membawa perubahan. Karena masa depan Indonesia, ada di tangan kita juga!
Jejakin’s green programs combine high-tech monitoring, biodiversity restoration, and community-led initiatives to deliver powerful, sustainable change across ecosystems.