Product walkthrough, trial, POCs, enterprise offering, support and more. Speak with one of our specialists.
Tech and Innovation
Energi angin kini menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang semakin menarik perhatian dunia. Tidak hanya karena sifatnya yang ramah lingkungan, tetapi juga karena potensinya yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di tengah upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap energi fosil, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) muncul sebagai salah satu solusi yang menjanjikan.
Energi angin adalah energi yang berasal dari pergerakan udara di atmosfer. Pergerakan ini disebabkan oleh perbedaan tekanan udara akibat pemanasan matahari yang tidak merata di permukaan bumi. Di masa lalu, energi angin sudah digunakan untuk keperluan sederhana seperti menggerakkan kincir air dan perahu layar. Kini, energi ini telah berkembang pesat dan digunakan untuk menghasilkan listrik melalui PLTB.
PLTB, atau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, adalah sistem pembangkit listrik yang menggunakan turbin angin untuk menangkap energi kinetik dari angin dan mengubahnya menjadi energi listrik. Di dalam PLTB, turbin angin biasanya memiliki baling-baling besar yang dipasang pada menara tinggi. Ketika angin bertiup dan memutar baling-baling tersebut, energi gerak ini dikonversi menjadi energi listrik dengan bantuan generator.
Baling-baling raksasa dipasang di atas menara setinggi 80 hingga 120 meter. Saat angin berhembus dan mengenai baling-baling, baling-baling tersebut mulai berputar. Energi gerak ini diteruskan melalui poros utama ke gearbox yang berfungsi meningkatkan kecepatan rotasi. Selanjutnya, rotasi tersebut memutar rotor di dalam generator, dan dari sinilah listrik dihasilkan.
Listrik yang dihasilkan kemudian dialirkan ke trafo untuk dinaikkan tegangannya sebelum masuk ke jaringan listrik nasional. Seluruh proses ini berlangsung tanpa emisi karbon dan tanpa memerlukan bahan bakar, menjadikannya salah satu sumber energi paling ramah lingkungan.
PLTB sendiri dibedakan menjadi dua jenis utama: onshore (di darat) dan offshore (di laut). PLTB offshore biasanya memiliki potensi energi yang lebih besar karena angin di laut cenderung lebih stabil dan kuat, namun biaya awal dan pemeliharaannya juga jauh lebih tinggi dibanding PLTB onshore karena tantangan teknis seperti fondasi laut, instalasi kabel bawah laut, serta akses dan perawatan yang lebih sulit dan mahal.
Salah satu alasan utama mengapa banyak negara mulai beralih ke energi angin adalah karena sifatnya yang terbarukan dan tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca. Berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, PLTB tidak memerlukan bahan bakar, sehingga operasionalnya tidak menghasilkan polusi udara.
Selain itu, biaya operasional PLTB relatif rendah setelah tahap pembangunan selesai. Baling-baling turbin bisa beroperasi selama 20 hingga 25 tahun dengan perawatan minimal. Teknologi ini juga memberikan peluang pengembangan ekonomi di daerah terpencil karena turbin bisa dipasang jauh dari pusat kota dan tidak memerlukan jaringan distribusi yang kompleks.
Namun demikian, tidak berarti energi angin sepenuhnya tanpa kelemahan. Salah satu tantangan terbesar dari PLTB adalah sifat angin yang tidak selalu stabil. Karena energi angin bersifat intermiten (kadang kuat, kadang lemah, bahkan kadang tidak ada sama sekali), maka pembangkit ini tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber listrik utama tanpa sistem penyimpanan energi atau pembangkit cadangan lainnya [Ref].
Beberapa tantangan lain dari PLTB meliputi:
Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang sangat panjang dan wilayah geografis yang luas, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam pengembangan energi angin. Beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan sebagian Jawa Timur memiliki kecepatan angin yang cukup konsisten sepanjang tahun.
Salah satu proyek PLTB terbesar di Indonesia adalah PLTB Sidrap di Sulawesi Selatan yang mulai beroperasi pada tahun 2018. Proyek ini memiliki kapasitas 75 MW dan dapat menyuplai listrik untuk lebih dari 70.000 rumah tangga[Ref]. Selain Sidrap, ada juga proyek PLTB Jeneponto dan beberapa rencana pengembangan di kawasan timur Indonesia.
Namun, hingga kini, pemanfaatan energi angin di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi yang tersedia. Menurut data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang PLTB di Indonesia masih di bawah 200 MW, jauh dari potensi teknis yang mencapai ribuan megawatt [Ref].
Pemerintah sebenarnya telah memasukkan pengembangan energi terbarukan ke dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), termasuk energi angin. Namun implementasinya sering terhambat oleh masalah regulasi, pembebasan lahan, dan minimnya insentif investasi.
Prospek energi angin di masa depan cukup menjanjikan, baik secara global maupun nasional. Secara global, negara-negara seperti Jerman, Denmark, dan Tiongkok terus meningkatkan kapasitas PLTB mereka. Bahkan, beberapa wilayah di Eropa sudah mulai menggabungkan energi angin dengan teknologi penyimpanan seperti baterai skala besar dan hydrogen green energy untuk mengatasi intermitensi pasokan.
Teknologi turbin angin juga terus berkembang. Saat ini, turbin generasi baru dirancang untuk dapat menangkap energi angin pada kecepatan yang lebih rendah dan beroperasi lebih efisien. Selain itu, konsep smart wind farm yang menggunakan kecerdasan buatan untuk mengatur posisi baling-baling agar mendapatkan efisiensi maksimal juga mulai diterapkan[Ref].
Di Indonesia, dengan dukungan regulasi yang lebih kuat dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta, bukan tidak mungkin PLTB menjadi bagian penting dalam bauran energi nasional di masa depan. Apalagi, dunia internasional kini memberikan perhatian besar terhadap transisi energi di negara berkembang, termasuk dalam bentuk hibah, pinjaman lunak, dan transfer teknologi.
Energi angin melalui PLTB menawarkan peluang besar untuk menciptakan sistem energi yang bersih, berkelanjutan, dan inklusif. Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan teknis dan ekonomi, perkembangan teknologi dan meningkatnya kesadaran lingkungan global menjadi faktor pendorong yang kuat.
Bagi Indonesia, memanfaatkan energi angin bukan hanya soal menciptakan listrik, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang. Dengan potensi alam yang dimiliki dan kemauan politik yang kuat, masa depan energi angin Indonesia bisa jauh lebih cerah daripada yang kita bayangkan hari ini.
Jejakin’s green programs combine high-tech monitoring, biodiversity restoration, and community-led initiatives to deliver powerful, sustainable change across ecosystems.