Product walkthrough, trial, POCs, enterprise offering, support and more. Speak with one of our specialists.
Climate changes
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem paling unik dan penting di dunia. Terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang terurai sangat lambat karena kondisi tanah yang jenuh air, gambut menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Di Indonesia, keberadaan lahan gambut tidak hanya menjadi penopang keanekaragaman hayati, tetapi juga sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Namun, potensi besar ini datang bersama risiko besar, gambut yang mengering sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan. Kebakaran gambut tidak hanya merusak lahan gambut di sekitar lokasi kejadian, namun juga dapat memengaruhi kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan mempercepat perubahan iklim. Artikel ini akan membahas secara rinci dan praktis bagaimana mencegah kebakaran gambut dengan cara yang efektif dan ramah lingkungan.
Penyebab kebakaran gambut dapat dibagi menjadi dua kategori besar: faktor alam dan faktor manusia. Dari sisi alam, musim kemarau panjang dan perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim membuat lahan gambut kehilangan kelembapannya. Ketika gambut kering, ia menjadi bahan bakar alami yang sangat mudah terbakar. Dari sisi manusia, praktik pembukaan lahan dengan api masih banyak ditemui karena dianggap murah dan cepat. Sayangnya, api yang digunakan sering kali tidak terkendali dan merembet ke area yang lebih luas. Selain itu, kebiasaan membakar sampah di dekat lahan gambut, puntung rokok yang dibuang sembarangan, dan aktivitas pertanian yang tidak memperhatikan keberlanjutan turut menjadi penyebab.
Gambut memiliki sifat seperti spons yang menyerap air dalam jumlah besar. Saat basah, ia relatif aman. Namun ketika kering, lapisan organik di bawah permukaan bisa terbakar perlahan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Api di bawah tanah ini sulit dideteksi dan dipadamkan, menjadikannya salah satu jenis kebakaran yang paling berbahaya [Ref].
Dampak kebakaran gambut sangat luas dan multidimensional. Dari sisi lingkungan, kebakaran gambut menghancurkan habitat alami bagi satwa langka seperti orangutan, harimau sumatra, dan berbagai spesies burung endemik[Ref]. Vegetasi yang mati membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih, dan tanah yang rusak kehilangan kemampuannya untuk menyimpan air. Selain itu, kebakaran gambut melepaskan simpanan karbon yang telah terperangkap selama ribuan tahun ke atmosfer, mempercepat laju pemanasan global[Ref].
Dari segi kesehatan, asap yang dihasilkan mengandung partikel halus (PM2.5) yang dapat masuk jauh ke dalam paru-paru dan memicu berbagai penyakit seperti ISPA, asma, iritasi mata, hingga gangguan jantung[Ref]. Anak-anak, lansia, dan orang dengan penyakit pernapasan kronis adalah kelompok yang paling rentan.
Secara ekonomi, kebakaran gambut dapat melumpuhkan aktivitas masyarakat. Kabut asap yang tebal mengganggu penerbangan dan transportasi darat, sementara lahan pertanian dan perkebunan mengalami penurunan produktivitas. Kerugian finansial akibat kebakaran gambut di Indonesia diperkirakan mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya[Ref].
Pencegahan kebakaran gambut bukan hanya soal memadamkan api ketika sudah muncul, tetapi menjaga kondisi lahan agar tidak mudah terbakar sejak awal. Prinsip utama yang harus dipegang adalah:
Selain mencegah kebakaran, pendekatan di atas juga dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Langkah pertama adalah menjaga kelembapan lahan gambut. Ini bisa dilakukan dengan membuat sumur bor dan penampungan untuk menyimpan air yang kemudian dialirkan ke lahan pada musim kemarau. Penutupan kanal-kanal pembuangan air juga penting agar air tetap tertahan di lahan gambut.
Pengawasan rutin menjadi kunci lain. Di banyak desa, patroli dilakukan oleh tim masyarakat yang dilatih khusus. Mereka memantau titik-titik rawan kebakaran dan melaporkan segera jika ada tanda-tanda api. Teknologi seperti drone dan sensor suhu tanah juga mulai digunakan untuk deteksi dini.
Untuk lahan yang sudah rusak, proses restorasi harus segera dilakukan. Rewetting atau pembasahan kembali lahan dapat memulihkan kelembapan, sementara penanaman vegetasi asli seperti jelutung, ramin, dan meranti akan membantu mengembalikan fungsi ekosistem[Ref].
Tidak ada satu pihak pun yang bisa mencegah kebakaran gambut sendirian. Masyarakat lokal, pemerintah, lembaga swadaya, dan sektor swasta harus bekerja sama. Masyarakat lokal memiliki peran vital karena mereka berada di garis depan, karena mereka yang pertama kali melihat dan merasakan tanda-tanda kebakaran. Pemerintah bertugas menyediakan infrastruktur, peralatan, dan pelatihan, sementara lembaga swadaya bisa membantu dalam edukasi dan pendanaan. Sektor swasta, khususnya perusahaan yang beroperasi di dekat lahan gambut, memiliki tanggung jawab sosial untuk mendukung upaya pencegahan.
Di beberapa desa di Kalimantan Tengah, intervensi komunitas seperti patroli rutin, restorasi gambut, dan larangan membakar telah menunjukkan penurunan kebakaran yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir[Ref].
Mencegah kebakaran gambut adalah investasi jangka panjang bagi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Setiap langkah dari menjaga kelembapan lahan, mengedukasi masyarakat, hingga melakukan restorasi membutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak. Dengan menerapkan prinsip pencegahan yang efektif dan ramah lingkungan, kita bukan hanya melindungi lahan gambut, tetapi juga masa depan generasi berikutnya. Tidak ada upaya yang terlalu kecil, karena setiap tindakan positif yang dilakukan hari ini akan memberikan dampak besar di kemudian hari.
Jejakin’s green programs combine high-tech monitoring, biodiversity restoration, and community-led initiatives to deliver powerful, sustainable change across ecosystems.