Get to know more about us

Product walkthrough, trial, POCs, enterprise offering, support and more. Speak with one of our specialists.

Share your details
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.
By contacting us, you agree to our Terms of service and Privacy Policy

COP30 di Brasil: Apa Artinya bagi Indonesia?

Policy and industry News

COP20 di BELEM - BRASIL 2025

Konferensi Perubahan Iklim COP30 yang akan datang, yang dijadwalkan berlangsung di Belem, Brasil pada bulan November ini, telah menarik perhatian dunia. Bagi Indonesia, ini bukan sekadar pertemuan iklim biasa; ini adalah kesempatan strategis untuk memperkuat posisinya di panggung global—bukan hanya sebagai negara berkembang, tetapi sebagai kontributor aktif dalam solusi iklim. Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menghadapi kenyataan pahit perubahan iklim: mulai dari banjir yang semakin sering, kekeringan yang berkepanjangan, hingga degradasi ekosistem pesisir. Dalam konteks ini, COP30 menjadi platform penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam menyusun Rencana Adaptasi Nasional (NAP) yang komprehensif dan terukur.

Saat ini, salah satu prioritas utama pemerintah adalah menyelesaikan dan menyerahkan dokumen NAP sebelum konferensi berlangsung. Peta jalan ini akan merinci tindakan adaptasi Indonesia di berbagai sektor, termasuk ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan pengelolaan wilayah pesisir. Sementara upaya mitigasi—seperti mengurangi emisi gas rumah kaca telah banyak mendapat perhatian, adaptasi sering kali terabaikan, padahal urgensinya terus meningkat. Ary Sudijanto, Wakil Menteri di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencatat bahwa suhu rata-rata global telah melampaui ambang batas 1,5°C, sebuah sinyal bahwa Indonesia harus segera mengarahkan ulang strategi pembangunan nasional agar lebih tangguh terhadap risiko iklim[Referensi].

Menyusun NAP bukanlah tugas mudah. Ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis data yang kuat. Untungnya, Indonesia tidak memulai dari nol. Indonesia sudah memiliki berbagai sumber daya berharga: pengalaman dari program adaptasi lokal, infrastruktur data iklim yang berkembang, dan komitmen yang semakin besar dari pemerintah daerah untuk mengintegrasikan ketahanan iklim dalam rencana pembangunan jangka menengah. Meskipun tenggat waktu menuju COP30 cukup ketat, para pembuat kebijakan optimis bahwa dengan koordinasi yang fokus, NAP dapat diselesaikan dan diserahkan ke UNFCCC sesuai jadwal. Hal ini, pada gilirannya, dapat meningkatkan akses Indonesia ke pembiayaan iklim global, yang biasanya lebih menyukai negara dengan kerangka kebijakan yang jelas dan terstruktur.

Lebih dari sekadar dokumen kebijakan, COP30 juga merupakan arena diplomasi. Dunia kini menuntut tindakan nyata, bukan janji kosong. Negara-negara berkembang seperti Indonesia harus menyuarakan kebutuhan mereka—baik untuk pembiayaan, alih teknologi, maupun penguatan kapasitas—dan memastikan hal itu diakui dalam negosiasi global. COP30 adalah peluang unik bagi Indonesia untuk mengadvokasi keadilan iklim, sambil menunjukkan langkah-langkah konkret yang telah dan akan diambil. Keberhasilan advokasi ini akan sangat bergantung pada partisipasi inklusif, yang melibatkan tidak hanya lembaga pemerintah, tetapi juga komunitas lokal, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil untuk memastikan strategi adaptasi benar-benar menjawab kebutuhan nyata di lapangan.

Konferensi ini juga membuka peluang untuk memperkuat kerja sama internasional di bidang penelitian, teknologi bersih, dan pendidikan iklim. Sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi besar untuk Solusi Berbasis Alam—mulai dari restorasi mangrove hingga konservasi hutan hujan dan pertanian cerdas iklim. Jika disampaikan melalui pendekatan kolaboratif dan berbasis bukti, upaya-upaya ini dapat memosisikan Indonesia bukan hanya sebagai negara yang rentan terhadap iklim, tetapi sebagai mitra strategis dalam gerakan iklim global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Namun, tantangan tetap ada. Salah satu yang paling mendesak adalah memastikan bahwa kebijakan tingkat nasional dapat diterjemahkan menjadi aksi nyata di tingkat lokal. Banyak pemerintah daerah masih kekurangan kapasitas teknis, akses data, dan sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan program adaptasi secara efektif. Itulah sebabnya, proses penyusunan NAP harus membuka ruang partisipasi lokal yang bermakna—dengan mendengarkan pengalaman di lapangan dan mengintegrasikan pengetahuan tradisional ke dalam perencanaan formal. Tanpa dukungan dari akar rumput, strategi nasional berisiko menjadi sekadar dokumen administratif tanpa dampak nyata.

Pembiayaan iklim tetap menjadi isu krusial. Mengakses dana adaptasi global masih menjadi tantangan besar bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun lembaga seperti Green Climate Fund dan Adaptation Fund menawarkan berbagai skema pembiayaan, proses aplikasinya seringkali kompleks dan memerlukan kapasitas administratif yang tinggi. Sebuah NAP yang terstruktur dengan baik dapat menyederhanakan proses ini, memungkinkan Indonesia menunjukkan kelayakan program-programnya dan mengamankan dukungan finansial yang diperlukan untuk pelaksanaan. Di saat yang sama, mekanisme pendanaan dalam negeri juga harus diperkuat, termasuk alokasi APBN dan kemitraan inovatif dengan sektor swasta.

Tugas penting lainnya adalah edukasi publik dan peningkatan kesadaran iklim. Tidak semua orang memahami apa itu adaptasi iklim atau bagaimana perubahan iklim memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. COP30 harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk meningkatkan literasi iklim di kalangan masyarakat Indonesia. Kampanye berskala besar yang inklusif, terutama yang menyasar generasi muda, dapat meletakkan dasar bagi gerakan adaptasi jangka panjang. Pada akhirnya, adaptasi bukan hanya tentang kebijakan atau teknologi; tetapi tentang mengubah pola pikir dan perilaku kolektif dalam merespons iklim yang terus berubah.

Ketika suhu global terus meningkat dan dampak iklim semakin kompleks, pertanyaannya bukan lagi apakah harus bertindak, tetapi seberapa cepat dan tegas kita melakukannya. COP30 tidak akan menjadi akhir dari perjalanan iklim Indonesia, melainkan penanda penting yang dapat membentuk arah bangsa dalam menghadapi krisis iklim. Partisipasi aktif, kebijakan inklusif, dan keberanian untuk berubah adalah kunci jika Indonesia ingin tetap tangguh dalam menghadapi badai iklim global. Ke depan, adaptasi harus sepenuhnya terintegrasi dalam seluruh aspek pembangunan—bukan sebagai beban tambahan, tetapi sebagai strategi utama untuk melindungi kesejahteraan dan ketahanan rakyat Indonesia.

More Insights

Driving Positive Impact Across Key Global Goals

Jejakin’s green programs combine high-tech monitoring, biodiversity restoration, and community-led initiatives to deliver powerful, sustainable change across ecosystems.